Sejarah Terbentuknya DPR: Dari Volksraad hingga Era Modern



 Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Indonesia memiliki sejarah panjang yang berawal dari masa penjajahan Belanda, melewati era kemerdekaan, hingga reformasi. Lembaga ini terus bertransformasi seiring dengan dinamika politik dan ketatanegaraan Indonesia.

1. Awal Mula: Volksraad (1918-1942)

Cikal bakal lembaga legislatif di Indonesia adalah Volksraad atau "Dewan Rakyat" yang dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1918. Volksraad bukanlah lembaga legislatif dalam arti sesungguhnya, melainkan dewan penasihat yang memiliki peran terbatas. Anggotanya terdiri dari perwakilan pribumi, Belanda, dan Tionghoa, yang sebagian besar diangkat oleh Gubernur Jenderal. Peran Volksraad hanya sebatas memberikan saran dan pendapat kepada pemerintah kolonial, tanpa memiliki kekuasaan legislatif yang signifikan. Meskipun demikian, keberadaan Volksraad menjadi forum bagi para tokoh nasionalis Indonesia untuk menyuarakan aspirasi dan kritik terhadap kebijakan kolonial.

Tag :

#PemerintahIndonesia
#DPR
#GedungDPRDanMPR 


2. Periode Kemerdekaan dan Era Demokrasi Parlementer (1945-1959)

Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, lembaga legislatif yang pertama dibentuk adalah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). KNIP, yang diketuai oleh Kasman Singodimedjo, bertugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan legislatif sebelum DPR/MPR terbentuk. KNIP memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai lembaga legislatif (yang membuat undang-undang) dan sebagai lembaga eksekutif (membantu tugas-tugas kepresidenan).

Pada tahun 1950, setelah pengakuan kedaulatan, Indonesia memasuki masa Demokrasi Parlementer. DPR berfungsi sebagai pusat kekuasaan, dan perdana menteri bertanggung jawab kepada DPR. Pada periode ini, sering terjadi pergantian kabinet karena mosi tidak percaya dari DPR. Pada 1955, Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) pertama yang memilih anggota DPR secara langsung. Namun, masa ini berakhir dengan dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan kembali ke UUD 1945, mengakhiri era parlementer.

3. Era Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru (1959-1998)

Pada masa Demokrasi Terpimpin di bawah Presiden Soekarno, fungsi DPR sempat melemah. Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 dan membentuk DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong) yang anggotanya diangkat oleh presiden. Kontrol eksekutif sangat dominan dan peran legislatif menjadi minim.

Setelah Orde Lama runtuh, Orde Baru di bawah Presiden Soeharto kembali memperkuat lembaga DPR. Selama 32 tahun, DPR menjadi lembaga legislatif yang sangat didominasi oleh kekuasaan eksekutif. Partai politik yang berkuasa, Golkar, selalu memenangkan pemilu dan menguasai kursi mayoritas di DPR. Peran DPR pada masa ini cenderung sebagai "stempel" bagi kebijakan pemerintah, dan fungsi pengawasan tidak berjalan efektif.


Baca Juga : "Tunjangan dan Hak Keuangan Anggota DPR: Peraturan dan Sumber Hukum


4. Era Reformasi dan DPR Modern (1998-Sekarang)

Reformasi tahun 1998 membawa perubahan besar bagi DPR. Amandemen UUD 1945 mengembalikan DPR sebagai lembaga legislatif yang kuat dan setara dengan lembaga eksekutif (Presiden). Pemilihan anggota DPR dilakukan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Peran DPR diperkuat dengan diberikannya kekuasaan legislasi (membuat undang-undang), pengawasan (mengawasi jalannya pemerintahan), dan anggaran (menyetujui APBN). Lembaga ini menjadi pilar utama demokrasi yang menjalankan sistem checks and balances.


Tugas dan Tunjangan Anggota DPR

Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR memiliki tiga fungsi utama yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

1. Fungsi DPR

  • Fungsi Legislasi: DPR memiliki wewenang untuk membentuk undang-undang bersama dengan Presiden. Proses ini melibatkan pembahasan RUU, persetujuan, hingga penetapan menjadi UU.

  • Fungsi Anggaran: DPR bersama Presiden membahas dan menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Fungsi ini sangat penting karena APBN menjadi pedoman bagi pemerintah dalam menjalankan program-programnya.

  • Fungsi Pengawasan: DPR mengawasi pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah. Pengawasan ini dilakukan melalui rapat-rapat, kunjungan kerja, dan penggunaan hak-hak seperti hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

2. Tunjangan Anggota DPR

Untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas tersebut, anggota DPR menerima sejumlah hak keuangan, termasuk gaji dan berbagai tunjangan. Besaran dan jenis tunjangan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas PP Nomor 75 Tahun 2000. Beberapa jenis tunjangan yang diterima oleh anggota DPR adalah:

  • Tunjangan Jabatan: Diberikan berdasarkan posisi atau jabatan yang dipegang, seperti Ketua, Wakil Ketua, atau anggota biasa.

  • Tunjangan Kehormatan: Bentuk penghargaan atas status sebagai anggota dewan.

  • Tunjangan Komunikasi Intensif: Diberikan untuk membiayai kegiatan komunikasi dengan konstituen di daerah pemilihan.

  • Tunjangan Perumahan: Diberikan sebagai pengganti penyediaan rumah dinas.

  • Tunjangan Perlengkapan: Diberikan untuk menunjang kebutuhan kerja sehari-hari.

  • Tunjangan Peningkatan Kinerja: Diberikan untuk memotivasi peningkatan produktivitas anggota dewan.

Tunjangan-tunjangan ini, meskipun diatur oleh hukum, sering menjadi topik perdebatan publik karena dianggap tidak sebanding dengan kinerja yang dihasilkan. Isu ini terus menjadi perhatian masyarakat yang menuntut transparansi dan akuntabilitas dari para wakilnya.


Dapatkan inspirasi harian kamu dalam blog ini.

KENDI LIMO | your daily inspiration

Sejarah Terbentuknya DPR: Dari Volksraad hingga Era Modern Sejarah Terbentuknya DPR: Dari Volksraad hingga Era Modern Reviewed by Ubed on 8/25/2025 11:54:00 PM Rating: 5

Tidak ada komentar