Jabatan Bukan Merupakan Tanda Kedudukan, Namun Ketidak Layakan Dalam Bekerja


      Hari ini barusan aku bersama crew dokumentasi tempat aku bekerja mendapatkan suatu ilmu yang sangat luar biasa sekali. Bagaimana bisa orang yang memiliki kedudukan tinggi sebagai kepala dinas Pendidikan di suatu kota kecil daerah Jawa Timur memiliki pemikiran yang luar biasa saat menyikapi arti sebuah jabatan. Ketika aku mendengar ceritanya orang ini tampak sangat santai sehingga aku mendengarkannya dengan seksama dan tidak terlalu serius juga. Namun setelah mendengar ulasannya mengenai jabatan yang tinggi seperti yang sedang di sandangnya saat ini aku tertegun mendengar kata-kata indah yang tak pernah aku temui pada pejabat lainnya.

      Kala itu di pagi hari aku sedang kedatangan orang di tempat kerjaku untuk hire dokumentasi acara pernikahan anak bungsunya. Setelah itu di ajaklah aku bersama rekan kerjaku untuk melihat lokasi yang berada lumayan jauh dari tempat kerjaku. Tepatnya berada di hotel Surya Kediri. Saat sedang dalam perjalanan ke lokasi hotel kita berbincang-bincang santai di dalam mobil milik orang yg hire kami. Lalu di sela-sela perbincangan nyeletup kalimat yang tak pernah aku dengar sebelumnya dan kalimat ini aku rasa layak aku bahas di blog ini. Orang itu bernama Pak Joko seorang pegawai negri yang menjabat sebagai kepala Diknas Kota Jombang kalau tidak salah. Intinya dia seorang pegawai negri yang memiliki jabatan tinggi sebagai kepala di Diknas. saat dia berkata "Seorang yang mempunyai jabatan tinggi bukan karena mereka keren atau hebat, tapi itu malah menunjukkan ketidak layakan dia bekerja." sontak aku kaget bercampur dengan kagum dengan orang ini yang memiliki pemikiran aneh itu. Dilanjutkan perkataannya "Mengapa bisa? Iya, karena mereka yang sedang menjabat sebagai kepala sekolah itu di sebabkan orang itu tidak mampu menjadi seorang guru, kalau tidak layak lagi menjadi kepala dia akan di pindahkan sebagai seorang pengawas, kalau masih tidak layak lagi sebagai pengawas maka dia akan di angkat sebagai bagian administrasi lalu ke kepala di Diknas." ia berkata dengan santainya. "Seorang guru sangat hebat karena mereka sangat gigih dan di tuntut memiliki inovasi untuk pengajarannya di dalam kelas, meraka sangat ahli untuk menjadi seorang pekerja fungsional dari pada para pejabat yang duduk dan memantau saja seperti saya ini." lanjutnya, sungguh hebat orang ini.

      Seorang pejabat tinggi yang memiliki gaji tetap di atas 5jt per bulannya, yang kerjanya juga cukup santai namun tanggung jawabnya yang tinggi serta wibawanya yang tidak di miliki orang lain. Pikiranku terbuka oleh kata-katanya, tidak harus kita memperebutkan jabatan yang tinggi, namun bagaimana kita bisa hidup dengan membawa api semangat untuk terus berinovasi dengan segenap kemampuan kita sendiri.

      Memang di butuhkan kemampuan untuk mampu bertahan dalam setiap perjuangan lalu dapat berinovasi untuk membalikkan kedudukan yang masih terpuruk agar bisa meloncat lebih tinggi lagi dan lagi. Jabatan bukan sekedar kursi panas yang perlu di perebutkan, namun sebuah tempat dimana kita bisa menuangkan kemampuan kita dan mempertanggung jawabkan bahwa kita memang pantas berada di tempat tersebut.

      Seperti halnya pak Joko yang aku kenal, dia memang seorang berpangkat tinggi, namun kerendahan hati dan sosialnya juga tidak kalah tinggi dengan jabatan yang sedang ia sandang saat ini. Tidak heran dia selalu disegani oleh para bawahannya dan orang di sekitarnya. Dari peristiwa yang aku alami ini dapat di petik inti sarinya bahwa jabatan tinggi juga memerlukan pengetahuan serta skill yang tinggi pula. Bahkan tidak hanya itu saja, melainkan juga harus bisa menyetarakan kondisi sosial diri kita agar sesuai dengan tingginya jabatan yang kita sandang saat ini.
Jabatan Bukan Merupakan Tanda Kedudukan, Namun Ketidak Layakan Dalam Bekerja Jabatan Bukan Merupakan Tanda Kedudukan, Namun Ketidak Layakan Dalam Bekerja Reviewed by Ubed on 7/03/2017 08:16:00 PM Rating: 5

Tidak ada komentar