RAMALAN JAYA BAYA ATAU JANGKA JAYABAYA YANG MELEGENDA
Mengulik sejarah
sedikit menarik mundur kebelakang di era kerajaan Kediri Berjaya dengan
dipimpin oleh Raja Jayabaya yang mewasilahkan atau meninggalkan sebuah karya
karangan berupa kitab “Jangka Jayabaya” yang berisi pitutur luhur serta
ramalan-ramalan yang saat ini sudah banyak terbukti kebenarannya, sudah
terbukti nyata bahwa memang itu kejadian nyatanya sekarang yang kita alami
bersama.
Sebagian memang sudah percaya dengan isi ramalan kitab
“Jngka Jayabaya” yang tersohor tersebut, juga sebagian lagi ada yang
menganggapnya itu sekedar mitos belaka.
Kitab Jangka Jayabaya ini sudah melalui beberapa gubahan
atau ditulis ulang dalam beberapa versi namun wujud isi kandungannya masih
terjaga hingga kini.
Isi ramalan tersebut diantaranya, yaitu:
“Besuk yen wis ana kreta tanpo jaran.”
Kelak bila sudah ada kereta tanpa kuda.
“Tanah Jowo kalungan wesi.”
Pulau Jawa berkalung besi (rel kereta api).
“Prahu mlaku ing duwur awing-awang.”
Perahu berjalan diatas awan(pesawat terbang).
“Kali ilang kedhunge.”
Sungai kehilangan mata airnya
“Pasar ilang kumandang e.”
Pasar hilang ketenarannya
“Iku tandha yen tekane 100 tahun Jayabaya wis cedhak.”
Itu tanda tibanya 100 tahun Jayabaya sudah dekat
“Bumi saya suwe saya mengkeret.”
Bumi semakin lama semakin mengecil
“Bumi sekilan dipajeki.”
Bumi sejengkal diberi pajak
“Jaran doyan mangan sambel.”
Kuda mau makan sambal
“Wong wadon klambenan lanang.”
Orang perempuan berbaju pria
“iku tandhane yen bakal nemoni wolak walik ing zaman.”
Itu tandanya akan menemui bolak baliknya zaman
“Akeh janji ora ditetepi.”
Banyak janjai tidak ditepati
“Keh wong wani nglanggar sumpah e dhewe.”
Banyak orang berani melanggar sumpahnya sendiri
“Menungso podo seneng nyalah.”
Manusia saling suka menyalahkan
“Ora ngendahake hukum hyang widhi.”
Tidak mengindahkan hukum tuhan
“Barang ala diangkat-angkat.”
Barang jelek dijunjung tinggi
"Barang suci dibenci.”
Barang baik dibenci
“Akeh menungso mung ngutamakke dhuwit.”
Banyak manusia hanya mengutamakan uang
“Lali kamunangsan.”
Lupa kemanusiaannya
“Lali kebecikan.”
Lupa kebaikan
“Lali sanak lali kadang.”
Lupa sanak saudara
“Akeh bapa lali anak.”
Banyak bapak lupa anak
“Akeh anak wani nglawan ibu.”
Banyak anak berani melawan ibu
“Nantang bapa.”
Menantang bapak
“Sedulur pada cidra.”
Saudara saling melukai
“Kaluarga padha curiga.”
Keluarga saling curiga
Tidak ada komentar